Bagaimana osteoporosis dapat terjadi? Saat makanan dicerna, unsur asam (acid) dilepaskan ke dalam darah dalam porsi berbeda, tergantung makanannya. Tubuh akan menetralisir asam ini dengan mengambil kalsium (Ca) dari tulang, dan kalsium ini kemudian dikeluarkan melalui air seni (calciuric response). Menurut Dr. Justine Butler, VVF Senior Health Campaigner, protein hewani dari air susu sapi dan produk turunannya serta daging, ikan dan telur, mengandung efek keasaman yang kuat dibandingkan dengan protein nabati. Ini disebabkan oleh asam amino bersulfur yang dikandungnya. Begitu jumlah produk daging yang dikonsumsi meningkat, kandungan sulfur dari pola makan ini juga meningkat. Hal ini menaikkan tingkat kehilangan kalsium dan dapat menjadi faktor resiko penyebab osteoporosis.
Cornell-China-Oxford Project on Nutrition, Health and Environment, sebuah proyek penelitian terkenal dunia di China dan Taiwan yang dilakukan oleh pakar gizi dunia Prof. T. Colin Campbell dan timnya, yang melibatkan berbagai data penelitian di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, memberikan data bahwa kenaikan tingkat protein hewani, termasuk protein dari produk turunan susu (dairy products), “hampir pasti menyebabkan kehilangan signifikan kalsium tulang. Sementara pola makan berbasis nabati secara jelas mencegah kerapuhan tulang.” Bahkan, menurut tim peneliti ini, mengurangi konsumsi makanan hewani dalam diet seseorang dapat lebih membantu mengurangi resiko osteoporosis daripada melakukan penambahan asupan kalsium itu sendiri. Sebuah studi lain yang dilakukan The Harvard Nurses Health Study terhadap 78.000 wanita selama 12 tahun membuktikan, wanita yang mengkonsumsi susu (hewani) tiga kali sehari mengalami lebih banyak keretakan tulang daripada wanita yang jarang mengkonsumsi susu.
Singkatnya, the China Study menyimpulkan, mengurangi protein hewani (daging, telur, susu dan produk turunan susu) menurunkan resiko kehilangan densitas tulang. Ini berarti, semakin banyak susu sapi, daging, ikan dan telur yang dikonsumsi seseorang, maka semakin banyak pula kalsium yang hilang dari tubuhnya. Studi ini juga menyimpulkan densitas tulang seseorang akan menjadi lebih baik jika ia mendapatkan asupan kalsium dari makanan nabati seperti sayur-sayuran, sereal, kacang-kacangan, biji-bijian dan buah-buahan — yang juga diketahui dapat mencegah penyakit-penyakit degeneratif secara sangat signifikan.
Ironisnya, susu hewani, terutama susu sapi, diiklankan dan bahkan diajarkan sebagai sumber terbaik kalsium meski ia juga merupakan penyebab kuat hilangnya kalsium. Wanita Amerika merupakan konsumen produk dairy terbesar dunia. Namun, mereka juga merupakan salah satu kelompok pemegang rekor osteoporosis tertinggi dunia. World Health Organisation menyebut fenomena ini calcium paradox (WHO, 2004). Sebaliknya, meskipun masing-masing telah melahirkan anak diatas 10 orang, wanita Afrika yang hampir tidak mengkonsumsi produk dairy sama sekali dan hanya makan sedikit daging, hampir tidak pernah mengalami osteoporosis.
Meski The China Study memaparkan bahwa Amerika Serikat mengalami frekuensi osteoporosis lima kali lipat daripada China, ada satu kecemasan negeri China sedang mengalami kenaikan kasus osteoporosis dan berbagai penyakit degeneratif lainnya. Kenaikan ini mungkin berkaitan erat dengan peralihan masyarakat China dari diet tradisional (yang lebih berbasis nabati) ke diet berbasis hewani, yang dianggap identik dengan gaya hidup modern. Benarkah kita sedang berada dalam sebuah lingkaran setan industri global ini? Sebab, dalam sebuah masyarakat modern yang mengalami tingkat insiden osteoporosis yang tinggi biasanya juga ditemukan berbagai penyakit degeneratif (penyakit jantung, serangan jantung, kanker, stroke, diabetes).
Dari semua kasus osteoporosis, keretakan tulang pinggul merupakan kasus yang sangat sering terjadi. Diantara 1990 dan 2000, kasus ini mengalami kenaikan hampir 25% di seluruh dunia. Di Denmark, tingkat insiden keretakan tulang pinggul meningkat 56% selama periode 1987-1997, dengan kenaikan 41% pada wanita dan 104% pada pria berusia dari 50 tahun keatas. Finlandia, negara dengan industri susu terbesar di dunia, mengalami kenaikan 70% insiden yang sama selama periode 1992-2002. Diperkirakan 179.000 pria dan 611.000 wanita di seluruh Eropa akan mengalami keretakan pinggul setiap tahunnya. Menjelang 2020, insiden keretakan tulang pinggul di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat 310% pada pria, dan 240% pada wanita. Asia diprediksikan akan mengalami lebih dari 50% dari keseluruhan insiden keretakan pinggul osteoporotis dunia menjelang 2050.